Cerita 11 Hari
Mungkin ini adalah termasuk perjalanan saya terlama di tahun 2018, karena
saya memutuskan untuk mengexplore Lombok-Komodo-Labuan Bajo. Dimana kali ini
saya menikmati liburan berdua saja dengan sahabat saya yang bernama Ina yang
asalnya dari jogja "wong jogja".
Seperti biasa trip kali ini awalnya sama sekali ga direncanakan. Sebenarnya
sih awalnya iseng-iseng liat open trip sailing Komodo yang meeponya dari
Lombok, dan alhasil saya bahas berdua dengan ina, dan akhirnya ga disangka kami
memutuskan untuk joint open trip Wujitravel dan langsung cari tiket
24.03.18
Bandara Soetta-Lombok
Kami memulai perjalanan dari Bekasi pukul 02.00 menggunakan Damri
Bekasi-soeta dengan ongkos Rp 45.000. Sekitar 1 jam perjalanan, sampailah di
bandara dan antrian terminal 1a untuk Lion sudah terlihat panjang sekali.
Untungnya penerbangan tidak ada delay dan perjalanan on time.
Supir mobil di Bandara maksa
08.15 WITA) Sesampainya di Bandara Lombok, kami pun manuju ke parkiran
untuk melanjutkan perjalanan ke mataram menggunakan Damri. Selama menunggu
Damri silver yang tak kunjung datang,ada beberapa supir taxi maupun mobil biasa
menawarkan jasa mereka untuk mengantar, tapi nawarinnya ga selow pake maksa dan
bohong soal ongkos damri yang dimahal-mahalin biar kami pakai jasa mereka.
Karena ga nyaman, akhirnya langsung aja kami tanya2 sama bapak security dan ga
lama kemudian Bis Damri Silver tujuan Mataram tiba. Emang sih agak ngetem
sekitar setengah jam, 09.00 WITA) akhirnya bus berangkat dan sayapun menikmati
perjalanan. Selama perjalanan bandara ke mataram memang masih asri banget masih
banyak sawah-sawah dan jalanan sepi terlihat gunung-gunung yang megelilingi
pulau lombok. Tak terasa sampai juga di pool bus Damri Mataram, dan langsung
saya kabarin Frent sewa motor yang menurut saya dia good service dan ga pake
ongkir untuk anter ke pool damri Mataram.
Hotel Jazz Senggigi,
La Chill Bar, pinggir Jalan
Motor sudah di tangan dan kami pun melanjutkan perjalanan menuju penginapan
di senggigi. Jazz hotel senggigi namanya dengan fasilitas yang bisa dibilang
sangat lumayan dengan harga 110ribu walaupun sahred bathroom, tapi nyaman
banget dan pake AC, dan lokasinya pun sangat strategis.
Kamar budget |
Pemandangan depan kamar |
Setelah istirahat sejenak karena lelah dijalan akhirnya kami mencari tempat
untuk menikmati senggigi di sore hari, dan setelah kami browsing akhirnya kami
menuju La Chill bar
La Chill bar tempatnya kaya cafe2 pinggir pantai dengan kursi pasir warna warnj yg bisa disesuaikan, menikmati sunset dengan cocktail dan pizza salmon. Memang harganya aga mahal untuk minuman antara 20rb-ratusan ribu, dan makanannya pun dimulai dari 45rb, tapi ga apa2 kapan lagi kan kesini, jadi nikmati saja untuk hari pertama di Lombok Barat
La Chill Bar Senggigi |
Kesegaran di sore hari |
Ina & Prima |
La chill Bar di malam hari |
La Chill bar tempatnya kaya cafe2 pinggir pantai dengan kursi pasir warna warnj yg bisa disesuaikan, menikmati sunset dengan cocktail dan pizza salmon. Memang harganya aga mahal untuk minuman antara 20rb-ratusan ribu, dan makanannya pun dimulai dari 45rb, tapi ga apa2 kapan lagi kan kesini, jadi nikmati saja untuk hari pertama di Lombok Barat
Setelah matahari tenggelan dan sudah cukup lama juga kami disana akhirnya
kami melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat lain yang mungkin bisa jadi
tempat nongkrong murah, dan kahirnya kami nongkrong di pinggir jalan dengan
pemandaangan tebing, disana kami beli jagung dan secangkir kopi panas sambil
menikmati pantai senggigi dari bukit
25.03.18
Sarapan lezat di hari
Kedua
Setelah menikmati sarapan di hotel dengan menu lezatnya antara pancake dan
omelete kami melanjutkan perjalanan hari ke 2 untuk nyebrang ke gili trawangan
dari pelabuhan bangsal
Sarapan |
Jarak antara hotel Jazz Senggigi ke pelabuhan sekitar 30menit,bagi yang mau
menggunakan motor maupun mobil lebih baik menggunakan maps.
Pelabuhan menuju Gili
Gili
Sesampainya di Pelabuhan Bangsal jangan takut motor mau taruh dimana,
karena disana banyak tempat penitipan motor menginap yang aman dengan biaya
10ribu/hari cari saja yang paling dekat dengan kantor tiket pelabuhan biar ga
terlalu jauh.
Sekitar pelabuhan |
Loket |
Jangan lupa beli dulu tiket di kantor pelabuhan untuk ke gili trawangan
biaya penyebrangan 15rb/orang sementara untuk ke gili meno 14rb/org dan gili
air 13rb/org cukup murah dibandingkan kapal cepat yang waktu tempuhnya tidak
jauh beda karena menggunakan perahu menyebrang yang biasa pun hanya sekitar
20menit ke gili trawangan
Kapal nyebrang ekonomi |
Sampailah di gili trawangan, ini first time banget buat saya kesini dan
ternyata isinya bule semua, ga nyangka pulau yg penghuninya mayoritas muslim
ini isinya bule semua.
Pondok Zilarose tanpa
sambutan
Kami berjalan kaki ke penginapan dengan tas super berat yang dengan
terpaksa kami gendong sekitar 300m. Penginapan kami bernama Pondok Zilaros yang
sebelumnya sudah saya booking di Agoda dengan harga Rp 94.000. Setelah simpen
barang kami menyewa sepeda di hotel tersebut dengan harga 40ribu/hari yang
sudah saya tawar sebelumnya dari harga 50rb.
Pondok Zilaros |
Kamar sebelah kiri |
Snorkeling 3 Gili
Memang sudah niat mau snorkelkng 3 gili, akhirnya pun kami bersepeda ke
pelabuhan gili trawangan dan disana pun banyak sekali agent yang menawarkan
snorkeling 3 gili dengan kapal glass bottom dan alat snorkeling. Dan akhirnya
pun kami ikut snorkeling dari salah satu agent yang ada disana dengan biaya
90rb/orang yang lagi2 kali ini saya nawar dengan harga asli 100rb/org.
Dimulai snorkling di gili meno dengan spot view bawah laut patung statue
yang menawan 15 sepasang manusia dengan si pria sambil memeluk sang wanita dari
belakang dan 15 patung wanita sedang tidur miring.
Patung manusia bawah air |
Spot yang kedua masih di sekitar gili meno dengan spot turtle point, penyu
terlihat dari atas tetapi jauh untuk dijangkau sekitar 15meter dari permukaan
dan setelah saya coba dekati untuk mengambil gambar, si penyu pun langsung
kabur.
Untuk spot terakhir adalah sekitar gili air yang dimana banyak sekali bule2
yang sedang berjemur dam disini kami dikasih waktu sekitar sejam untuk
istirahat dan mencari makan masing2 peserta. Kami mencari makanan sambil
mengitari gili air dan ternyata harganya harga2 bule udah mahal banget kaya di
Senggigi. Ya tapi apa boleh buat perut sudah lapar setelah beraktifitas
snorkeling. Cukup 3 jam untuk snorkeling dan makan.
Gili Air |
Spot Snorkeling di Gili Air |
Cafe di Gili Air |
Pasar Malam dan Dunia
malam
Setelah puas snorkeling 3 gili kami pun kembali ke penginapan untuk
bersih-bersih dan istirahat sejenak. Matahari sudah terbenam dan kami
kelaparan, langsung aja kami bersepeda ke pasar malam Gili Trawangan dan benar
ternyata disana jual ikan-ikan segar, macam-macam masakan, dan sate ikan. Harga
untuk nasi campur 5 macam masakan Rp 20rb sedangkan untuk sate ikan dengan
harga Rp 15rb/tusuk. Sangat terjangkau dibandingkan cafe-cafe sepanjang Gili
Trawangan.
Setelah makan kami pun menikmati malam di Gili dengan berkeliling menggunakan sepeda, ternyata luas sekali dan sudah sangat maju untuk pulau wisata karena dari penginapan murah sampai resort mewah ada dsana, dan jangan takut kehabisan uang cash soalnya disana udah banyak ATM. Kami berkeliling dan sempat singgah di Masjid Baiturahman, masjidnya lagi di renovasi cukup besar dan mesjid itu berdiri di tengah gemerlap lampu, musik RnB, dan minuman party. Sebagai pulau yang mayoritas warganya muslim pulau ini memberi kesan tersendiri bagi saya setiap saya lewat warga sekitar selalu mengucapkan salam "Assalamualaikum"
Menu di pasar malam |
Gili Gelato |
Setelah makan kami pun menikmati malam di Gili dengan berkeliling menggunakan sepeda, ternyata luas sekali dan sudah sangat maju untuk pulau wisata karena dari penginapan murah sampai resort mewah ada dsana, dan jangan takut kehabisan uang cash soalnya disana udah banyak ATM. Kami berkeliling dan sempat singgah di Masjid Baiturahman, masjidnya lagi di renovasi cukup besar dan mesjid itu berdiri di tengah gemerlap lampu, musik RnB, dan minuman party. Sebagai pulau yang mayoritas warganya muslim pulau ini memberi kesan tersendiri bagi saya setiap saya lewat warga sekitar selalu mengucapkan salam "Assalamualaikum"
26.03.18
Lombok Lancar jaya
Pagi-pagi siap bergegas untuk menyebrang kembali ke Pelabuhan Bangsal
karena perjalanan hari ke tiga di Lombok ini cukup jauh dan memakan waktu yg
lama karena kami akan melanjutkan perjalanan darat pakai motor ke arah Kuta
dengan jarak 75km. Pagi hari sekitar jam 8 WITA kami langsung menuju pelabuhan
dan membeli tiket untuk menyebrang dengan harga yang sama waktu saat kepergian
Rp 15rb. Setelah sampai di pelabuhan Bangsal kami pun langsung melanjutkan
perjalanan menuju Kuta, ditengah perjalanan hujan pun turun dan mengharuskan
kami untuk singgah sebentar untuk pakai jas hujan
Defa Homestay,
tersembunyi tapi strategis
Perjalanan yangs angat melelahkan dan akhirnya sampai di penginapan Defa
Homestay yang saya sudah booking jauh hari dengan harga Rp 115rb/malem uda ada
AC dan Wifi lokasinya pun terletak tidak jauh dari Pantai Kuta, karena kami
hanya punya waktu sedikit untuk menjelajah wilayah selatan Lombok maka kami pun
langsung jalan lagi setelah makan siang.
Sign Defa Homestay |
Defa Homestay |
Kamar AC |
Dalam kamar |
Pantai dan Bukit di Selatan
Lombok
Destinasi yang pertama menuju Pantai Mawun, jaraknya cukup jauh dari Kuta
membutuhkan waktu sekitar 30menit, di pantai ini sangat sepi hanya ada beberapa
warung dengan pemandangan laut yang dipenuhi perahu nelayan dan bukit yang
terlihat 'epic', dan disana saya temui anak2 SD yang menawarkan gelang dengan
macam2 warna
Pantai Mawun |
Sisi Kiri |
Sisi Kanan |
Anak-anak jual gelang |
Setelah menikmati pantai Mawun, kami pun melanjutkan perjalana ke Pantai
Semeti, yang terletak tidak jauh dari pantai mawun hanya saja jalan masuk ke
pantai semeti masih bebatuan dan hanya bisa dilewati 1 mobil namun memang berbeda
dari pantai lainnya, disini menawarkan pantai dengan uniknya bebatuan dan
deburan ombak di sela2nya. Pantai ini juga menyuguhkan ombak ringan bagi
peselancar pemula dan sangat aman.
Tadinya kami akan melanjutkan perjalanan ke pantai selong belanak tetapi
karena waktunya tidak banyak dan mau mengejar sunset di bukit Merese akhirnya
kami pun bergegas kesana, waktu yang ditempuh sekitar 45 menit dari Pantai
semeti.
Bukit dan para kera
Bukit dan para kera
Sebelum ke bukit merese kami pun berhenti sebentar di pantai tanjung aan
karena posisi bukit tidak jauh dari pantai. Tidak lama kami di pantai, kami
langsung menuju lokasi bukit merese. Untuk menuju ke atas bukit dan mwnikmati
sunset cukup menguras tenaga karena harus melakukan jalan kaki. Tetapi setelah
diatas bukit terbayarkan rasa cape dan kami pun hanya menghabiskan waktu dengan
menunggu matahari terbenam bermain dengan sekumpulan monyet liar yang ada di
bukit, rasanya tenang sekali.
Hari pun sudah gelap, karena jalanan dari bukit merese ke penginapan tidak
ada penerangan maka kami harus segera ke penginapan. Setelah mandi dan kami pun
mencari makan malam hanya saja di daerah kuta banyak restoran yang harganya
bule dan akhirnya kami membeli sate madura di pinggir jalan dengan harga Rp15rb
27.03.18
Hari Santai ke Mataram
Masih di Defa Homestay, sarapan pagi dengan pancake banana madu yang menurut saya rasanya biasa aja. Karena
hari ini tujuannya hanya ke Mataram maka kami pun bisa bangun tidur dengan
berleha-leha. Sekitar jam 11an setelah mandi dan mengemas barang kami pun mulai
perjalanan di hari ke 4 ini. Karena Desa Sade dilalui perjalanan kami ke
mataram maka kami pun singgah untuk melihat dan lebih mengetahui tentang budaya
di Desa Sade. Pada saat kami memarkirkan motor ada seorang pemandu lokal
yang menawarkan kami untuk berkeliling Desa Sade. Akhirnya kami pun
mengikutinya, ebelum berkeliling kami pun disuguhkan Tarian Khas Desa Sade
yaitu Tari Paresean.
Penculikan wanita di
Desa Sade
Setelah menyaksikan seni tari khas suku Sasak kami pun langsung menuju ke
dalam desa Sade, didalam desa banyak sekali kain-kain tenun, sarung, ikat
kepala, gelang, tas dan lain-lain mootifnya pun beraneka ragam. Memang sebagian
besar wanita di Desa Sade mata pencahariannya adalah menenun dan untuk
perempuan yang belum bisa menenun maka dia tidak boleh menikah. Jadi pada usia
8-10 tahun anak perempuan di desa ini sudah diajarkan untuk menenun. Dan yang
uniknya lagi ada sebuah tradisi untuk pasangan sebelum menikah, yaitu ‘kawin
culik’ dimana sang pria membawa kabur seorang wanita ke luar dari desa Sade
selama 3 malam dan setelah itu mengembalikan si wanita ke kelurganya dan akhrirnya
menikah. Jadi di Desa Dase tidak ada yang namanya lamaran karena itu sangat
dilarang. Setelah mereka menikah maka pihak keluarga memeberikan sebuah tempat
untuk bulan madu dengan ukuran 3x2 meter yang bernama ‘Bali Kodong’. Ditengah
perjalanan kami pun bertemu dengan nenek yang sdah sangat tua yang sedang
menenun, rata-rata orang tua yang sudah sepuh di Desa ini tidak isa berbahasa
indonesia, dan saya pun meminta pemandu untuk menerjemahkan sambil mencoba
untuk menenun. Ternyata sangat mengasyikan mencoba menenun dan memang itu tidak
bisa dipelajari dengan singkat butuh waktu yang sangat lama.
Ketagihan mencoba menenun, tak terasa saya sudah ditunggu pemandu dan
langsung membawa kami ke rumah Desa Sade yang atapnya terbuat dari ilalang yang
dikeringkan, temboknya dari anyaman dan laantainya terbuat dari tanah liat. Nah
uniknya lagi lantai ini dibersihkan dengan menggunakan kotoran kerbau secara
rutin 2 bulan sekali agar lantai yang terbuat dari tanah liat awet
bertahun-tahun. Rumahnya pun sangat sederhana, tingkat 2 dengan tangga menuju
lantai atas sejumlah 3 anak tangga, di atas dapur dan kamar mandi sementara
dibawah terdapat tempa tidur dan ruang keluarga untuk tempat tidurnya sendiri
tidak menggunakan kasur hanya hamparan anyaman dan bantal. Untuk jumlah
rumahnya saat ini sebanyak 150 rumah yang berarti 150 kepala keluarga karena
didalam 1 rumah hanya untuk 1 kepala keluarga. Nah selebihnya Desa Sade dengan
kepala keluarga baru letaknya tidak jauh dari Desa Sade yang pertama. Sepanjang
jalan dan berkeliling desa Sade banyak sekali warga yang menawarkan kain, yang
dijual tidak hanya kain saja tetapi ada gelang juga dan ikat kepala untuk
harganya bisa kita tawar untuk kain mulai dari 75rb-ratusan ribu smentara ikat
kepala 25rb-50rb dan untuk gelang handmadenya sendiri bisa ditawar 20rb 9pcs.
Disekitar Desa Sade terdapat Rumah Lumbung dimana rumah ini adalah tempat
menyimpan hasil tani bagi para warga desa Sade untuk 1 lumbung sendiri terdiri
dari 5 keluarga. Lumbung inilah yang menjadi icon rumah adat Lombok dan jangan
lewatkan un
tuk berfoto-foto disini. Tidak jauh dari Lumbung ada sebuah Masjid yang cukup besar dan unik dengan berbahan dasar kayu untuk atap dan temboknya, ternyata seluruh warga Desa Sade memeluk agama islam. Dan pada saat itupun waktu dzuhur telah tiba dan saya pun ikut solat disana. Selesai solat dzuhur dan tour desa Sade telah usai kami pun memberikan tips untuk pemandu yang katanya seikhlasnya.
Makan seekor ayam mini
tuk berfoto-foto disini. Tidak jauh dari Lumbung ada sebuah Masjid yang cukup besar dan unik dengan berbahan dasar kayu untuk atap dan temboknya, ternyata seluruh warga Desa Sade memeluk agama islam. Dan pada saat itupun waktu dzuhur telah tiba dan saya pun ikut solat disana. Selesai solat dzuhur dan tour desa Sade telah usai kami pun memberikan tips untuk pemandu yang katanya seikhlasnya.
Makan seekor ayam mini
Puas berkeliling Desa Sade kami langsung melanjutkan perjalanan ke tujuan
utama kami adalah Kota Mataram dan menikmati kuliner khas Lombok yaitu Ayam
Taliwang. Perjalanan yang jauh membuat kami kelaparan dan sudah membayangkan
makanan khas Lombok itu. Sebelum menikmati ayam yang sudah membayangi pikiran
saya, kami pun menyimoan barang di penginapan di Mataram letaknya di Hotel
Kertayoga yang berada di Jl. Pejanggik. Tak lama setelah check in dan menyimpan
barang kami pun langsung menuju RM. Ayam Taliwang H. Moerad yang tidak jauh
dari penginapan. Harga untuk 1 ayam taliwang Rp 55rb diluar dari harga nasi dan
minuman. Ternyata setelah disajikan ternyata itu harga 1 ayam taliwang utuh,
kami sangka harga semahal itu untuk potongan ayam. Tetapi karena sangking
laparnya kami pun melahap semua hidangan yang kami pesan dan rasanya “mantap”.
Akhirnya makan enak juga setelah 3 malam makan yang belum pas sama lidah dan
harganya yang tidak bersahabat.
Kota sulit nongkrong
Hotel Kertayoga |
Ayam Taliwang di H. Moerad |
Kota sulit nongkrong
Kenyang dengan ayam taliwang, kami pun menuju hotel untuk berbaring dan
beristirahat ternyata kami pun tertidur lelap dan bangun setelah magrib, rasa
lapar yang tiba-tiba datang mengharuskan kami mencari makan malam. ternyata
sulit seklai mencari tempat nongkrong di Mataram, sampai saya pun mencari di
google dan cafe nya pun sudah tidak berjualan lagi. Maka terpaksa kami mencari
dengan mengira-ngira dan kami pun menuju arah Mall yang paling besar di Mataram
nah untungnya dekat-dekat situ terdapat tempat makan yang sangat terjangkau dan
tempat itu jual surabi, seblak, dll yang berasal dari Bandung. Jadi ini
judulnya saya orang Bandung yang makan masakan Bandung di pulau sebrang.
“Lets Sailling with
Wukitravel and other Awesome Guys”
28.03.18
Today is the day, hari dimana yang dinanti-nanti adalah memulai sailling.
Pagi yang cerah dan semoga menjadi permulaan yang baik untuk hari selanjutnya
selama sailling.
Pagi yang bersemangat
Barang sudah dikemas dan kami hanya menunggu Pak Daeng dari Wukitravel
untuk menjemput kami di hotel. Tepat pukul 10.30 Pak Daeng dari Wukitravel menjemput
kami menggunakan bus. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Lombok
ternyata kami harus menjemput 12 peserta open trip lainnya di beberapa tempat
sekitar Mataram dan Pak Daeng membeli bahan logistik untuk selama kami dikapal.
Pelabuhan mirip Danau
Setelah 2 jam perjalanan dari Mataram akhirnya kami pun sampai di Pelabuhan
Lombok yang tepatnya berada di ujung timur Pulau Lombok. Saya melihat beberapa kapal
disana untuk untuk sailling dan saya pun menaiki kapal dengan nama Nia Abadi
yang berkapasitas 25 orang. Kapal kami dilengkapi dengan 2 toilet, deck tempat
tidur, matras, bantal, selimut, dll. Ini merupakan kapal paling sederhana
selama sailling dibandingkan kapal-kapal sailling yang dari Labuan Bajo dengan
kapal Phinisinya. Setelah naik kapal dan memulai untuk sailling saya tidak
melihat ada lautan lepas karena dikelilingi daratan. Ternyata setelah kapal
jalan ada jalur tersembunyi menuju laut lepas yang tidak terlihat dari
pelabuhan. Yang membawa kami ke Pulau pertama selama Sailling
Angin Sunset di Kenawa
Menuju Pulau Kenawa hanya di butuhkan waktu sekitar 2 jam dari Pulau
Lombok. Sampai di pulau pukul 17.00 waktu yang pas untuk menikmati langit
magenta. Pulau ini memang sudah ramai dan sering diadakan acara gathering dari
instansi karena jarak pulaunya pun yang tidak jauh dari Lombok dan pasir putihnya.
Belum ada penginapan dan bisa untuk bermalam disini dengan menggunakan tenda.
Setelah saya turun dari perahu dan langsung menuju puncak bukit, angin sore
hari di Kenawa sangat kencang yang cukup bisa membuat penyakit ‘masuk angin’.
Tetapi pemandangan sunset dari atas bukit seperti tameng melawan angin yang
kencang itu. Indah dan pulau yang unik dengan rerumputan yang epic buat foto.
Karena waktunya tidak banyak dan kami harus melanjutkan perjalanan panjang ke
pulau selanjutnya.
29.03.18
Moyo,Surga Air Hijau
Pangeran
Tak terasa perjalanan 12 jam dengan ombang ambing laut gelap dimalam hari
dengan pemandangan langit penuh bintang dan sinar bulan yang menyinari
perjalanan kami. Ditengah laut bersama semesta dan bersujud diatas deck kapal
tanpa atap yang tak bisa menentukan arah kiblat. Berdoa dan berdoa,
keselamatan, kesehatan, dan nikmat kami pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa.
Pagi itu perahu diam dengan goyangan eksotisnya membangunkan saya dari
terlelapnya tidur sepanjang malam. tenyata kami sudah sampai di Pulau Romantis
Pangeran Inggris, pulau yang pernah menjadi tempat bulan madu Pangeran Charles
dan Lady Diana ini akhirnya saya singgahi. Kali ini kami melewatkan Air terjun
terbaik di Pulau Moyo namanya Air Terjun Mata Jitu namun opsi lainnya adalah
Air terjun Senggelo. Jalan masuk untuk menuju Air terjun ini sangatlah
tersembunyi, melewati semak belukar dan sungai surut yang membahasi kaki kami. Air
terjunnya sendiri sangat jernih dan enak sekali untuk basah-basahan, kalau kita
mendaki keatas disana ada kolam tersembunyi yang cukup dalam dengan tali
bergelantung untuk menambah keseruan pengunjung. Enak sekali untuk berlama-lama
bermain air dan berenang. cukup 2 jam menikmati keseruan di air terjun Senggelo
dan kami harus kembali menuju kapal untuk melanjutkan pejalanan jauh ke NTT.
30.09.18
Gili Lawa Darat,
Treking tanpa angin
Setelah melakukan perjalanan sekitar 16 jam dari Pulau Moyo dengan semua
drama dikapal mulai dari bermain kartu yang kalah pakai bedak, lampu deck tidak
menyala, gelombang yang cukup membuat makan malam tidak selera dan keluar
kembali. Semua itu kami lewati dan tidak terasa pagi itu kami disambut oleh
gugusan pulau yang megah dan ternyata kami sudah sampai di kawasan TN. Pulau
Komodo tepatnya di Gili Lawa Darat/Gili Laba. Pagi itu Arunika cantik datang
dengan sempurna. Oren pekat dengan pantulan cahaya laut tenang menyempurnakan
indahnya. Sudah terlihat dari kapal jalur treking yang akan kami lalui sampai
atas bukit, dan terlihat sepertinya cukup menguras tenaga. Dan memang setelah
kami menuju ke puncak, jalur yang kami naiki sangat curam dan harus bawa minum.
Apalagi pagi hari disini tidak ada angin sama sekali, sudah sampai di puncak
pun tidak ada angin dan panas sekali. Keringat bercucuran, bule-bule aja sampai
buka baju. Tapi usaha untuk sampai puncak bakal dibayar lunas sama indahnya
pemandangan dari atas. Terlihat sekali gradasi laut dengan gugusan bukit khas
flores. Untuk trek jalur turun bukitnya berbeda pada saat naik jadi lebih
landai dan bisa menikmati gili ini sambil menuruni bukit.
Komodo, Si hewan
Anugrah Tuhan
Sempat terlintas pertanyaan dibenak saya “Mengapa Tuhan menempatkan komodo
di Flores? Jawabannya setelah saya kesini dan saya sadari bahwa kombinasi
antara Komodo yang termasuk new 7 wnders dan Flores sebagai tanah surga dengan
segala keindahaannya adalah Anugerah untuk negeri ini.
Itulah sekilas rasa bangga dan haru dari saya untuk tanah ini. Destinasi yang
cukup membuat saya sangat penasaran dengan hewan ini, “Komodo” si predator
berbisa yang ditempatkan sangat “pas” di tanah Flores. Untuk masuk dan melihat
kadal raksasa ini kami harus didampingi “ranger”, ranger sendiri adalah warga
lokal yang sudah sangat menguasai Komodo berbagai aspek. Ranger ini kebanyakan
bertempat tinggal di Kampung Komodo tidak jauh dari tempat kami melihat Komodo.
Untuk biaya masuk Taman Nasional Komodo sendiri saya tidak tahu karena
sudah sepaket dengan biaya open trip Wukitravel. Pada saat kami sampai disana
hujan turun cukup deras dan terpaksa membuat kami harus menunggu di Pos. Pada saat
menunggu hujan reda kami pun diberikan pengarahan lebih dahulu oleh Ranger kami
karena kami ber 14 maka membutuhkan ranger 3 orang. Jalurnya sendiri terdapat 4
jalur ada short, medium, hard, dan adventure. Untuk mempersingkat waktu dan aga
lebih jauh maka kami memilih jalur medium dengan jarak 4km. Sepanjang jalan
kami diberikan edukasi tentang Komodo, dan pada saat bertemu Komodo diusahakan
tidak panik dan selalu dekat dengan Ranger karena Komodo bisa tiba-tiba
melakukan gerakan refleknya, bagi yang sedang haid juga agar berhati-hati dan
tidak terlalu dekat dengan komodo. Intinya kalau kesna kita harus selalu
mengikuti arahan dari Ranger karena kalau berani macam-macam nyawa melayang
tanpa jasad ditelan Komodo. Setelah foto bersama Komodo kami pun kembali ke
kapal dengan jalur yang berbeda dari arah kepergian. Tenang saja jalurnya datar
tidak ada tanajkan.
Real Colour Pink Beach!
Saya :“ini mau kemana?”
Saya: “pantai apa itu di depan?”
Amir : “Pink Beach mba”
Saya : “mana pinknya mir?”
Amir : ...........
“Oh, ini yang namanya Pink Beach! Pink ny mana?” sambil kapal mendekat ke
tepi pantai.
Ternyata pinknya hanya ada di tepian air dan pasir, itupun tidak banyak
selebihnya pasir putih.
Tidak sesuai ekspetasi dan tdak sesuai orang-orang yang foto-foto di instagram.
Tapi karang sekitar pantai cantik dan airnya pun jernih, cocok untuk
snorkeling. Tapi kayanya jangan pake fins karena jarak permukaan ke karang
dekat jadi takut karangnnya kena fin, nanti rusak. Cukup menikmati keseruan di
pantai ini dan semuanya nyebur.
PADAR MEMUKAU!
Baru saja menikmat serunya bawah laut dan bermain air di tepi pantai pink,
kapal kecil yang membawa kami ke Pulau Padar sudah menjemput. Karena jarak dari
pantai pink ke pulau padar cukup jauh dan kami juga tidak mau sampai
ketinggalan sunset di Puncak Padar. Sepanjang perjalanan menuju Pulau padar
menggunakan perahu kecil dengan mesin perahu kecil yang sangat nyaring. Merasakan
gugusan pulau flores, ditengah laut dengan banyakanya pusaran air dan gelombang
kecil, angin laut dan hangatnya matahari sore disambut kawanan lumba-lumba
hitam yang akan berpulang. Ini yang mahal dari Indonesia, bukan materi tapi
kenikmatan seperti ini yang tidak ternilai harganya menambah semangat untuk
mencapai puncak padar.
Sampailah di tepian perahu bersandar, karena matahari yang semakin turun
dengan segera dan sangat terburu-buru kami pun melewati 114 anak tangga dan
banyaknya tangga batu untuk mencapai puncak Padar.
Lelah, pegal, keram, keringat hilang seketika dengan pesonanya lekukan
pulau ini. MEMUKAU! Perasaan campur aduk berada disini seperti mimpi dan inilah
Flores. Efek sunset meperindah lekukannya, nikmati, nikmati, dan nikmati. Cukup
dengan itu saja jatuh cinta tanpa kata. Semakin bersyukur dilahirkan di tanah
ini, ini hanya sebagian kecil dari Indonesia. Hari semakin gelap dan kami pun
harus menuruni puncak karena tidak ada penerangan sama sekali dan kami haru
melewati ratusan tangga dan sesampainnya ditepian perahu parkir langitpun sudah
gelap dan kami harus kembali ke kapal besar yang sudah stay di laut kawasan
kampung Komodo. Perasaan was-was namun berkesan, karena kami berlayar malam
hari menggunakan kapal kecil ditengah lautan yang hanya ada terangnya sinar
bulan dan gugusan bintang dan sedikit celotehan teman-teman agar suasana
perjalanan ke kapal tidak “krik-krik”.
Sesampainya di kapal besar kami pun sudah dinanti dengan 4 kawan lainnya
yang tidak naik ke puncak Padar. Dan malam ini kami tidak melakukan perjalanan
hanya bermalam di laut yang airnya sangat tenang.
31.03.18
Gagak hitam mampir kapal
“ngak...ngak...ngak...ngak...”pagi dibangunkan suara kawanan burung gagak
yang mampir di kapal kami. Tidur yang lelap tanpa goncangan ombak hanya suara dengkuran dari teman-teman lainnya.
Hari ini terakhir di laut
Hari terakhir tidur di laut
Hari terakhir makan dilaut
Hari terakhir main kartu di laut
Hari terakhir solat di laut
Hari terakhir bermalam dilaut
Hari terakhir bo*er dilaut
pokonya segala terakhir dilaut
dan tinggal 1 destinasi lagi, kami gagal untuk menjumpai ikan bersayap hitam yang menjadi icon lautan Komodo apalagi kalau bukan Pari Manta karena arusnya cukup deras. Tapi tidak apa, bisa lain kali kan, tandanya saya harus kasini lagi.
Santai berjemur di Pantai Kelor yang berkarang
Rata-rata pantai di sekitaran NTT itu terlihat tenang tapi berarus, berenang sekitar pantai saja sudah terbawa arus. Terlihat Canoe yang sedang nganggur, ternyata itu milik Farhan dan Faisal. Langsung saja saya meminta mereka membawa saya bercanoe sekitar pantai dan ngobrol sedikit ternyata mereka anak-anak dari kampung yang berada di sebrang pulau Kelor, namanhya sendiri saya juga lupa tetapi terlihat tidak jauh dari pulau ini. beberapa pengunjung melakukan aktivitas yang berbeda-beda, ad ayang snorkeling, nongkrong dibawah pohon, naik ke atas bukit, dll. Karena waktu disini santai dan jarak ke Labuan Bajo cukup dekat maka kami pun bisa berlama-lama menikmati Pulau ini. Puas menikmati Pulau Kelor kami pun melanjutkan perjalanan ke pelabuhan dan sailling selesai. "Akhirnya di darat juga"
Say "Goodbye" Sailling end
Hanya butuh 1 jam dari Pulau Kelor ke Labuan Bajo, Di pelabuhan banyak sekali kapal-kapal sailling dan jenisnya pun bermacam-macam. Tak terasa 3 malam dikapal kami lalui bersama, dan akhirnya sekarang kami harus berpisah. Dengan para crew kapal, dan teman-teman lainnya. Ada yang langsung pulang keesokan ahrinya, ada yang lanjut ke Bajawa, saya dan Ina melanjtkan untuk menikmati Labuan Bajo untuk 3 hari kedepan.
Hotel Mutiara Labuan Bajo, strategis tapi mirip kontrakan
Karena sudah sangat lelah saya dan Ina langsung menuju ke hotel kami, jalan kaki sekitar 200m ke jalan raya, dan untuk menuju hotelnya kami pun menggunakan angkot ke arah hotel dengan biaya Rp5000 untuk 2 orang dan memang dekat sekali dengan pelabuhan dan sebenarnya ditempuh dengan jalan kaki. Sesampainya di hotel kami pun heran dengan kondisi hotel yang sedang di renovasi dan agak kotor dengan tanah, dan kondisi kamar yang kurang baik dimana seprei yang sudah lama jadi kesannya kotor, kasur tidak empuk, toilet ga bisa di flush, pokonya mirip kontraka dan baiaya untuk 1 harinya pun Rp 150.000 tanpa AC tidak seperti hotel kami sebelum-sebelumnya. Karena sudah kepaln tanggung booking dan tidak ada kamar yang lebih murah maka kami pun terpaksa tidur disini selama 3 malam.
Ikan Bakar di malam pertama
Say "Goodbye" Sailling end
Hanya butuh 1 jam dari Pulau Kelor ke Labuan Bajo, Di pelabuhan banyak sekali kapal-kapal sailling dan jenisnya pun bermacam-macam. Tak terasa 3 malam dikapal kami lalui bersama, dan akhirnya sekarang kami harus berpisah. Dengan para crew kapal, dan teman-teman lainnya. Ada yang langsung pulang keesokan ahrinya, ada yang lanjut ke Bajawa, saya dan Ina melanjtkan untuk menikmati Labuan Bajo untuk 3 hari kedepan.
Hotel Mutiara Labuan Bajo, strategis tapi mirip kontrakan
Karena sudah sangat lelah saya dan Ina langsung menuju ke hotel kami, jalan kaki sekitar 200m ke jalan raya, dan untuk menuju hotelnya kami pun menggunakan angkot ke arah hotel dengan biaya Rp5000 untuk 2 orang dan memang dekat sekali dengan pelabuhan dan sebenarnya ditempuh dengan jalan kaki. Sesampainya di hotel kami pun heran dengan kondisi hotel yang sedang di renovasi dan agak kotor dengan tanah, dan kondisi kamar yang kurang baik dimana seprei yang sudah lama jadi kesannya kotor, kasur tidak empuk, toilet ga bisa di flush, pokonya mirip kontraka dan baiaya untuk 1 harinya pun Rp 150.000 tanpa AC tidak seperti hotel kami sebelum-sebelumnya. Karena sudah kepaln tanggung booking dan tidak ada kamar yang lebih murah maka kami pun terpaksa tidur disini selama 3 malam.
Ikan Bakar di malam pertama
Komentar
Posting Komentar